Boy Tumiwa Minta BPMD Harus Ada Kajian Yang Jelas Soal Relokasi Warga Korban Bencana Abrasi Pantai Amurang

SULUT, MANADOLIVE– Komisi III bidang Pembangunan DPRD Sulawesi Utara (Sulut) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) atau hearing dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) Provinsi, Selasa (05/07/22) siang.

Adapun masalah-masalah bantuan bencana dikuliti, Komisi III DPRD Sulut termasuk tindak lanjut bencana abrasi pantai Amurang, Minsel.

Berdasarkan penjelasan Kepala BPPD Provinsi Joy Oroh, ada 126 kepala keluarga yang menjadi korban bencana. Namun yang masuk ke laut itu kurang lebih 27 sampai 30 rumah.

“Kemudian ada yang di pinggiran itu, yang memang sudah miring. Juga ada beberapa yang memang daerah yang berisiko. Jadi itu yang pindah sementara di pengungsian, namun untuk kepastian nanti dari pemerintah kabupaten/kota yang mendata. Jangan nanti ada yang cuma numpang,” ungkap Oroh.

Ia juga menegaskan bahwa untuk teknis yang menentukan mana yang akan mendapatkan rumah berada di tangan Pemda.

“Pemda yang verifikasi. Warga yang memang tinggal di situ dan ber-KTP Minsel atau warga setempat. Karena memang ada yang cuma ba jual,” tambah mantan Oroh.

Pernyataan ini pun langsung ditanggapi oleh anggota Komisi III Boy Tumiwa. Ia mengatakan semestinya data jelas sudah ada.

“Berapa rumah yang ke dalam dan berapa rumah yang sudah masuk setengah ke dalam, itu yang diperkirakan. Kemudian berapa rumah yang harus direlokasi dari situ, totalnya berapa rumah. Itu yang harusnya kami dapatkan datanya sekarang,” sorot Tumiwa.

Ia juga mempertanyakan soal masukkan dari Pemerintah Provinsi, dalam hal ini BPBD kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Minsel. Termasuk soal relokasi warga yang menjadi korban bencana.

“Itu yang harus saya tahu, apa yang kita perbuat dan apa yang dilakukan provinsi. Harusnya ada kajian. Apa mereka mampu direlokasi di sana? itu yang harus cari solusi terbaik. Provinsi memberikan masukkan ke kabupaten sehingga bisa ada jalan terbaik. Kalau cuma mau ganti rumah bisa, tapi selanjutnya apa,” tukasnya.

Politisi PDIP itu membeberkan contoh kasus yang pernah terjadi di tahun 1982.

“Harus punya data. Tahun 1982 sebenarnya sudah direlokasi semuanya di situ. Pindah ke kilometer 3. Kita tidak tahu ternyata ada keluarga yang kembali lagi, tapi ambil rumah di sana. Harusnya ada koordinasi. Provinsi ini kan perwakilan pemerintah pusat sehingga tidak semata-mata informasi dari sana langsung ke pusat. Ada juga pertimbangan lain dari provinsi,” tambah mantan Ketua DPRD Minsel itu. (erka)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *